Sunday, September 23, 2018

Prinsip Dasar Bank Syariah

Prinsip Dasar Bank Syariah

Definisi Lembaga Keuangan Syariah

Lembaga Keuangan Syariah (LKS) menurut Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah lembaga yang mengeluarkan produk keuangan syariah dan yang mendapat izin operasional lembaga keuangan syariah (DSN-MUI, 2003). Definisi ini menegaskan bahwa suatu LKS menuhi dua unsur, yaitu unsur kesesuaian dengan syariah Islam dan unsur legalitas operasi sebagai lembaga keuangan.

Unsur kesesuaian suatu LKS dengan syariah Islam secara tersentralisasi diatur oleh DSN, yang diwujudkan dalam berbagai fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut. Adapun unsur legalitas operasi sebagai lembaga keuangan diatur oleh berbagai institusi yang memiliki kewenangan mengeluarkan izin operasi. Beberapa institusi tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
  1. Bank Indonesia sebagai institusi yang berwenang mengatur dan mengawasi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. 
  2. Departemen Keuangan sebagai institusi yang berwenang mengatur dan mengawasi asuransi dan pasar modal.
  3. Kantor Menteri Koperasi sebagai institusi yang berwenang mengatur dan mengawasi koperasi. Fatwa-fatwa DSN biasanya bersifat umum untuk semua LKS, termasuk Bank syariah.


Adapun fatwa tersebut mengacu pada prinsip-prinsip hukum muamalah yang dirumuskan oleh mayoritas ulama. Beberapa prinsip dalam hukum muamalah adalah sebagai berikut.
  1. Pada dasarnya segala bentuk muamalah adalah mubah, kecuali yang ditentukan lain oleh Alquran dan Sunah Rasul (prinsip mubah). 
  2. Muamalah dilakukan atas dasar sukarela dan tanpa mengandung unsur-unsur paksaan (prinsip sukarela).
  3. Muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan manfaat dan menghindarkan mudarat dalam hidup masyarakat (prinsip mendatangkan manfaat dan menghindarkan mudarat).
  4. Muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, inenghindari unsur-unsur penganiayaan, unsur-unsur pengambilan kesempatan dalain kesempitan (prinsip keadilan).

Hukum muamalah tersebut secara detail dibahas oleh ulama dalam bidang ilmu yang biasa disebut dengan fikih muamalah. Dalam fikih muamalah, ulama-ulama telah mengidentifikasi dan memfatwakan beberapa jenis transaksi yang dilarang oleh Islam. Pelarangan beberapa transaksi tersebut secara umum disebabkan oleh tiga hal berikut.
  1. Mengandung barang atau jasa yang diharamkan. 
  2. Mengandung sistem dan prosedur memperoleh keuntungan yang diharamkan (tadlis, bai’ ikhtikar, bai' Najsy, riba, gharar, maysir).
  3. Tidak sah akadnya.

Larangan terhadap Transaksi yang Mengandung Barang atau Jasa yang Diharamkan

Larangan terhadap transaksi yang mengandung barang atau jasa yang diharamkan sering dikaitkan dengan prinsip muamalah yang ketiga, yaitu keharusan menghindar dari kemudaratan. Alquran dan Sanah Nabi Muhammad SAW, sebagai sumber hukum dalam menentukan keharaman suatu barang atau jasa, menyatakan secara eksplisit berbagai jenis bahan yang dinyatakan haram untuk dimakan, diminum, maupun dipakai oleh seorang muslim. Di antaranya adalah meminum khamar dan menggunakan bangkai atau hewan yang dilarang seperti babi, binatang bertaring untuk dimakan atau dipakai untuk kosmetik. Al-Qur'an dan Sunah Nabi SAW juga secara eksplisit melarang dilakukannya berbagai jenis jasa atau tindakan, antara lain tindakan prostitusi, mempertontonkan aurat, merusak akidah, menganiaya orang lain, dan sebagainya.

Seiring dengan perkembangan zaman, terdapat cukup banyak variasi makanan, minuman, dan tindakan yang secara substansi sama dengan barang dan jasa yang secara eksplisit dilarang Al-Quran dan Assunah. Dalam hal ini, mayoritas ulama sepakat untuk menerapkan hukum yang sama, yaitu mengharamkan segala sesuatu yang memiliki substansi sama dengan zat yang diharamkan dalam Alquran dan Sunah Nabi.

Bagi industri perbankan syariah, pelarangan terhadap transaksi yang haram zatnya tersebut diwujudkan dalam bentuk larangan memberikan pembiayaan yang terkait dengan aktivitas pengadaan jasa, produksi makanan, minuman, dan bahan konsumsi lain yang diharamkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dalam pemberian pembiayaan, bank syariah dituntut untuk selalu menastikan kehalalan jenis usaha yang dibantu pembiayaannya oleh bank syariah. Dengan demikian, pada suatu bank syariah tidak akan ditemui adanya pembiayaan untuk usaha yang bergerak di bidang peternakan babi, minuman keras, ataupun bisnis pornografi dan lainnya yang diharamkan

Larangan terhadap Transaksi yang Diharamkan Sistem dan Prosedur Perolehan Keuntungannya

Selain melarang transaksi yang haram zatnya, agama Islam juga melarang transaksi yang diharamkan sistem dan prosedur perolehan keuntungannya. Beberapa hal yang masuk kategori transaksi yang diharamkan karena sistem dan prosedur perolehan keuntungan tersebut adalah:
  1. tаdlis (ketidaktahuan satu pihak), 
  2. gharar (ketidaktahuan kedua pihak), 
  3. ikhtikar (rekayasa pasar dalam pasokan), 
  4. bainajasy (rekayasa pasar dalam permintaan), 
  5. maysir (judi), dan
  6. riba




0 komentar:

Post a Comment