Ketika bagian akuntansi suatu perusahaan akan menyiapkan (menyusun) laporan keuangan, mereka menyadari bahwa periode pembukuan perusahaan yang akan dilaporkannya dapat dibagi ke dalam beberapa periode. Dengan menggunakan konsep periode akuntansi ini, atau yang dikenal dengan sebutan accounting period concept, akuntan harus berhati-hati dan setepat mungkin dalam menentukan berapa besarnya jumlah pendapatan dan beban yang harus dilaporkan dalam laporan keuangan. Untuk menentukan besarnya jumlah pendapatan dan beban secara tepat dalam periode yang tepat, ada dua pilihan yang tersedia yang dapat dijadikan sebagai dasar pencatatan oleh akuntan, yaitu cash basis dan accrual basis.
Apabila dasar pencatatan akuntansi yang digunakan adalah cash basis, maka pendapatan dan beban akan dilaporkan dalamlaporan laba rugi (income statement) dalam periode dimana uang kas diterima (untuk pendapatan) atau uang kas dibayarkan (untuk beban). Jadi, dapat disimpulkan di sini bahwa transaksi pendapatan dan beban yang akan dilaporkan dalam laporan laba rugi adalah transaksitransaksi yang melibatkan arus uang kas masuk (untuk pendapatan ataupun arus uang kas keluar (untuk beban). Besarnya laba bersih (net income) atau rugi bersih (net loss) yang dihasilkan dari selisih antara pendapatan dengan beban, akan mencerminkan jumlah bersih uang kas yang dihasilkan (untuk net income) atau jumlah bersih uang kas yang dikeluarkan (untuk net loss). Misalkan, dengan menggunakan dasar pencatatan cash basis, diperoleh jumlah pendapatan selama periode sebesar Rp. 120 juta (uang kas masuk), sedangkan jumlah beban selama periode sebesar Rp. 30 juta (uang kas keluar). Dalam contoh ini, maka besarnya net income adalah Rp. 90 juta, dan Rp. 90 juta ini identik dengan jumlah bersih uang kas yang masuk (dihasilkan), yaitu setelah pendapatan dikurangi dengan beban.
Sedangkan apabila dasar pencatatan akuntansi yang digunakan adalah accrual basis, maka baik untuk pendapatan maupun beban akan dilaporkan dalam laporan laba rugi dalam periode dimana pendapatan dan beban tersebut terjadi, tanpa memperhatikan arus uang kas masuk ataupun arus uang kas keluar. Sebagai contoh adalah (dalam perusahaan jasa) bahwa pendapatan akan segera langsung diakui begitu perusahaan telah memberikan jasanya (performed) kepada pelanggan (secara substansial ekonomi, proses pembentukan pendapatan telah selesai). Baik apakah sudah menerima pembayaran maupun belum, perusahaan yang telah memberikan jasanya tersebut akan langsung mengakuinya sebagai pendapatan dalam laporan laba rugi dalam periode dimana jasa tersebut telah diberikan kepada pelanggan. Demikian juga (dalam perusahaan dagang) apabila perusahaan menjual barang dagangan kepada pelanggan, maka penjual akan langsung mengakuinya sebagai pendapatan (sales revenue), tidak perduli apakah penjualan tersebut dilakukan secara tunai atau kredit. Perlakuan yang sama juga berlalu untuk pengakuan beban. Beban akan segera langsung diakui dalam periode dimana beban tersebut memang benar-benar sudah terjadi, meskipun belum dibayarkan (belum ada arus uang kas yang keluar). Sebagai contoh adalah bahwa beban gaji yang terhutang yang belum dibayarkan pada saat perusahaan tutup buku (misalnya 31 Desember 2008) haruslah tetap diakui (di- accrue) sebagai beban tahun 2008, alasannya adalah bahwa perusahaan telah menggunakan jasa para karyawannya di tahun 2008, meskipun jasa karyawan yang telah dipakainya tersebut belum dibayarkan hingga tahun 2009. Jadi, karena perusahaan telah menggunakan jasa karyawannya di tahun 2008 maka pemakaian jasa karyawan di tahun 2008 ini haruslah menjadi beban untuk tahun 2008 juga.
Dengan accrual basis, beban-beban yang terkait dengan pen ciptaan pendapatan haruslah dilaporkan dalam periode yang sama dimana pendapatan tersebut juga diakui. Konsep akuntansi yang mendukung pelaporan pendapatan dan beban yang terkait dalam periode yang sama dinamakan sebagai konsep penandingan (matching concept). Sebagai contoh :
sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang agen air minum mineral (dalam kemasan botol) berhasil memperoleh omset penjualan untuk periode yang berakhir tanggal 31 Desember 2008 sebesar Rp. 372 juta. Berdasarkan matching concept, perlu ditegaskan di sini bahwa omset penjualan sebesar Rp. 372 juta tersebut diperoleh bukanlah dengan "modal dengkul", dalam arti Rp. 372 juta ini tercipta (diperoleh) tentu saja juga dengan mengeluarkan pengorbanan-pengorbanan sebesar jumlah tertentu. Pengorbanan-pengorbanan ini bisa berupa harga pokok penjualan (harga beli dari pabrik langsung atau distributor utama), beban gaji karyawan toko dan gudang, beban sewa gudang, beban utilitas (air & listrik), beban penyusutan kendaraan (kendaraan untuk kirim barang ke konsumen), dan lain sebagainya. Beban-beban yang terjadi ini turut "menciptakan" terbentuknya omset penjualan di sepanjang tahun 2008, sehingga pengorbanan berupa beban-beban ini haruslah ditandingkan dengan omset penjualan dalam periode yang sama dimana omset penjualan tersebut diperoleh (diakui).
Dasar pencatatan cash basis pada umumnya masih diterapkan pada perusahaan-perusahaan yang tergolong kecil, dimana kepemilikan modalnya hanya dimiliki oleh satu atau beberapa orang saja. Sedangkan untuk perusahaan-perusahaan yang tergolong menengah ke atas, khususnya untuk perusahaan-perusahaan yang modalnya dimiliki oleh banyak investor (pemegang saham), diharuskan oleh prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum untuk menerapkan accrual basis sebagai dasar pencatatan akuntansinya. Ini dapat dimengerti bahwa penerapan dasar akrual diharapkan bisa memberikan transparansi dan akuntabilitas laporan keuangan kepada para investor selaku pemilik dana/modal. Dengan dasar pencatatan akrual ini juga memungkinkan bagi para pemakai laporan keuangan untuk memperoleh gambaran mengenai kinerja dan kondisi keuangan perusahaan secara lebih memadai dibanding dasar pencatatan dengan menggunakan cash basis.
0 komentar:
Post a Comment